Coping With New Normal





Kita tahu bahwa pandemi COVID-19 mengubah tatanan masyarakat dunia. Perubahan yang terjadi memengaruhi banyak sektor dan bidang di Indonesia (pariwisata, transportasi online, penjualan retail dan masih banyak lagi). Ditambah, faktor ketidakpastian berakhirnya COVID-19 membuat pemerintah harus mengambil keputusan. Salah satunya adalah penerapan New Normal. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmita mengatakan, New Normal adalah 
Perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan COVID-19.
Pemerintah telah berupaya untuk menyesuaikan diri ditengah pandemi ini dan faktor utama yang penting adalah pola perilaku masyarakat Indonesia agar berubah. Dalam new normal kita pasti harus beradaptasi dengan mengurangi kontak fisik dengan orang lain, menghindari kerumunan ketika beraktivitas. Tata cara dan protokol kesehatan new normal sudah dikeluarkan oleh kementrian kesehatan [saya tidak tahu apakah sudah pasti atau masih ada perubahan, bisa dicek di satukanal]. New normal ini dilakukan hingga vaksin ditemukan [perkiraan tahun 2021] dan diharapkan banyak sektor yang dapat pulih kembali, juga mampu menurunkan angka PDP/ODP. Sangat baik jika kita beraktivitas dan tetap mematuhi protokol yang diberikan.

Menjaga kesehatan mental di tengah perubahan new normal
Seperti yang pernah saya ungkapkan pada post mengenai Mental Illness Hingga Bunuh Diri Karena Karantina, merasa cemas ketika menghadapi perubahan itu wajar, jadi masalah adalah kalau kita sangat terobsesi terhadap perasaan tersebut. Jadi bagaimana cara kita tetap sehat mental dan menghindari obsesi terhadap perasaan kita sendiri?

Inilah beberapa strategi (coping) untuk menjaga kesehatan mental kita dalam menghadapi new normal

Pertama, hindari overthinking terhadap informasi media massa.
Informasi dari media massa memang berguna, tetapi tidak jarang menjadi stressor. Mereka memiliki karakteristik untuk melakukan headline berlebihan dan mengulang-ulang headline tersebut. Bila kita lebih aware, pengulangan dan lebay-nya headline itu yang membuat kita dalam kondisi tertekan dan menstimulasi kita berpikir secara overthinking. Padahal, informasi biasanya tetap sama selama seharian itu. Untuk mengatasinya, kita bisa membatasi waktu kita dalam melihat berita, misalnya lakukan pada pagi hari setelah bangun dan malam hari sebelum tidur.

Kedua, menjaga relasi dan tetap berhubungan dengan keluarga dan teman
Walaupun new normal akan membatasi cara-cara kita dalam berhubungan dengan keluarga dan teman, bukan berarti kita tidak bisa menghubungi mereka. Manusia memiliki teknologi yang sangat maju hari ini. Teknologi komunikasi membuat yang jauh menjadi terasa dekat [terkadang yang dekat menjadi jauh 😅]. Kita juga bisa membangun relasi baru dengan orang-orang di sekitar yang mungkin tidak terpikirkan, seperti tetangga atau penghuni kosan. 

Ketiga, cari kegiatan untuk membantu orang lain 
Kebahagiaan dapat kita temukan dari membantu orang lain. Membantu orang lain juga dapat meningkatkan kepercayaan diri terhadap kompetensi kita. Kedua syarat ini (kebahagiaan dan peningkatan kepercayaan diri) merupakan ciri-ciri dari orang yang sehat mental. Membantu orang lain dapat dilakukan dalam banyak hal [beberapa saran saya dalam post ini]. Dalam perilaku membantu orang lain (altruism), minimalisir diri untuk membuat harapan atau standar tertentu terhadap respon orang lain. Membuat standar terhadap respon orang lain dapat mengarahkan diri merasakan kekecewaan dan penolakan, yang penting adalah penghayatan kalian terhadap kegiatan tersebut [that's it! Titik].

Keempat, membuat jadwal kegiatan berdasarkan protokol new normal
Buat jadwal keteraturan dan kebiasaan kita yang baru dengan syarat menyertakan protokol kesehatan new normal. Adanya jadwal teratur dan kebiasaan tersebut memberi kepastian dan keajegan terhadap hidup kita.  Dengan berperilaku konsisten terhadap jadwal, perasaan cemas kita terhadap ketidakpastian kemungkinan besar akan menurun. Jadwal teratur juga dapat mengalihkan atensi kita dari obsesi terhadap kecemasan.

Terakhir, cari bantuan profesional
Jika obsesi kalian terhadap kecemasan masih terus meningkat, kalian harus cari bantuan profesional, misalnya psikolog/konselor/psikiater. Kalian juga bisa mencari bantuan dari tokoh-tokoh yang dianggap sudah berpengalaman dalam menghadapi kecemasan, misalnya pemuka agama/guru. Salah satu lembaga Psikolog yang menyediakan konseling online gratis, ialah Ikatan Psikolog Klinis Indonesia [link-nya].

Penerimaan dan internalisasi kebiasaan merupakan kunci penting dalam menghadapi new normal
Semoga infonya bermanfaat dan selamat merenung 😃
ᐯᗩᑭ

Komentar