Why Self-Talk?


Photo by Mick Haupt on Unsplash


Manusia memiliki penilaian tertentu terhadap pengalaman yang terjadi dalam hidupnya, baik dunia dalam dirinya ataupun dunia yang terjadi di luar dirinya. Biasanya, pikiran-pikiran individu menjadi masalah ketika menilai suatu peristiwa, pengalaman, objek, atau seseorang secara kurang realistis. Pikiran atau ide tersebut terjadi secara otomatis dan tidak disadari, bahwa kita melakukan judgement yang tidak rasional atau tidak sesuai kenyataan. Tidak hanya berhenti di pikiran, permasalahan selanjutnya adalah bagaimana hal ini mempengaruhi emosional kita dan bagaimana nantinya kita berperilaku. Banyak perilaku-perilaku yang terbentuk adalah perilaku yang merugikan. Contohnya, seorang memiliki pemikiran negatif jika dirinya tidak akan pernah berhasil dalam tugas apapun. Konsekuensi emosionalnya, ia merasakan perasaan cemas, tidak berharga, atau perasaan bersalah. Ketika ia tidak mampu mengendalikan konsekuensi emosi-emosi ini dan menyadari bahwa pikirannya adalah hal yang tidak rasional, ia memperlihatkan perilaku yang merugikan seperti tidak mampu menyelesaikan tugas tersebut karena tidak fokus. Dari contoh ini kita dapat memahami bahwa isi pikiran atau ide memegang peranan penting dalam hidup kita.

Isi pikiran seseorang bergantung dari keyakinan yang dimilikinya. Menurut Ellis (1994), salah satu tokoh psikologi yang mendalami mengenai terapi perilaku emosi-rasio, mengungkapkan bahwa keyakinan mendasari pandangan seseorang tentang peristiwa. Bagaimana keyakinan terbentuk? Keyakinan terbentuk dari pengalaman-pengalaman hidup dan proses belajar seseorang. Saat suatu peristiwa yang sama terjadi pada dua orang, bisa saja dapat menimbulkan pemikiran yang berbeda. Menjadi permasalahan adalah ketika keyakinan yang dimiliki seseorang bersifat kaku, absolut, tidak logis, tidak realistis, dan merugikan (Neenan dalam Palmer, 2010). Keyakinan kaku ialah keyakinan yang sulit diubah. Saat melakukan judgement terhadap suatu peristiwa, ia terus menerus menggunakan keyakinan yang sama untuk mengevaluasi. Misalnya, keyakinan seorang yang paranoid terhadap lingkungan bahwa orang lain pasti akan bermaksud jahat pada dirinya. Akhirnya, dia akan kesulitan menjalani kehidupan relasinya. Sedangkan, keyakinan absolut adalah keyakinan yang bentuknya berisi "seharusnya". Seharusnya saya bisa mendapatkan nilai A di kuliah ini, seharusnya proyek pekerjaan ini sudah selesai dari tahun lalu, seharusnya dia ada di saat saya sedang membutuhkannya. Permasalahan dari keyakinan ini adalah saat banyak hal yang berada di luar kontrol dan tidak bisa terjadi sesuai ekspektasi mereka. Akhirnya, saat kenyataan tidak sesuai dengan apa yang diekspektasikan, mereka merasa kecewa dan toleransinya rendah dalam menghadapi frustrasi. Keyakinan-keyakinan seperti inilah yang disebut keyakinan irasional.

Keyakinan seseorang dapat direfleksikan melalui self-talk (Ellis, 1975)

 Self-talk adalah dialog internal di mana seseorang mengucapkan frasa atau kalimat untuk dirinya sendiri (APA Dict., 2015). Menjadi permasalahan ketika dialog internal tersebut merepresentasikan keyakinan irasional. Self-talk berdasarkan keyakinan irasional dapat disebut negative self-talk. 

Negative self-talk merupakan dialog internal yang memicu keyakinan dan sikap negatif sehingga berdampak merugikan terhadap kondisi emosional dan perilaku seseorang (APA Dict., 2015)

Ketika negative self-talk makin sering diulang, maka semakin kuat keyakinan irasional dan semakin kaku keyakinan tersebut. Hal ini seperti lingkaran setan. Beberapa bentuk negatve self-talk seperti kritikan, menyalahkan diri sendiri, tidak rasional, tidak realistis, dan merugikan. Seseorang yang terus menerus melakukan self-talk ini memiliki kecenderung low self-esteem, punya permasalahan kesehatan mental, dan performa kerjanya cenderung kurang baik


Photo by Mick Haupt on Unsplash

Lain halnya dengan positive self-talk, yaitu dialog internal yang memicu keyakinan dan sikap positif untuk membangun atau memotivasi seseorang. Keyakinan yang mendasari positive self-talk ialah keyakinan rasional berdasarkan keinginan, hasrat yang fleksibel, lebih logis, realistis, dan tentu saja menguntungkan. Melakukan positive self-talk mampu meningkatkan self-awareness, yang nantinya membantu kita untuk memahami dunia internal kita lebih baik lagi; lebih percaya diri dan melatih fokus; meningkatkan performa di tempat kerja serta meningkatkan kesehatan mental.

Bagaimana praktik positive self-talk?

Identifying, Challenging, Changing 

Pertama-tama penting untuk mengidentifikasi kebiasaan negative self-talk dan menganalisa munculnya pemikiran yang mendasari self-talk tersebut. Analisa isi self-talk, konteks, situasi, tempat, ataupun waktu yang memicu munculnya pemikiran tersebut.

Setelah proses identifikasi dan analisa, waktunya berlatih! Mari coba belajar mengendalikan pikiran-pikiran tersebut. Hentikan pikiran lebih jauh sebelum memengaruhi kondisi emosional dan memunculkan perilaku negative self-talk. Bisa dengan membuat ritual tertentu, misalnya dengan menepuk bahumu dan mengatakan berhenti

Selang beberapa waktu, buat pertanyaan-pertanyaan yang bisa menentang (challenging) isi pikiran-pikiran negatifmu. Beberapa pertanyaan seperti: apakah pikiran tersebut menolong menyelesaikan masalah? Apa buktinya jika pikiran tersebut benar? Apakah ada bukti yang bisa menentang pikiran tersebut? Jika kesulitan, bisa mencoba bertanya kepada orang-orang terdekatmu yang bisa memberikan pertanyaan untuk menentang pemikiran negatifmu.

Sekarang, waktunya utuk mengubah pikiran tersebut dengan isi pikiran yang positif. Buatlah self-talk lebih relistis dan positif yang membantumu merasakan emosi-emosi menyenangkan dan helpful. Di bawah ini merupakan tips yang mungkin bisa dilakukan untuk membentuk positive self-talk. 

Menurut Perason (2001), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan self-talk yang efektif untuk mengatasi masalah, antara lain:

  1. Self-talk positif sebaiknya menggunakan kata ganti orang pertama. Kita tidak dapat mengendalikan hal-hal di luar diri kita. Kita hanya dapat mengendalikan apa yang ada dalam diri kita. Melakukan self-talk positif ini mengingatkan kita akan tujuan, keinginan, dan nilai-nilai diri sendiri. Contoh: "saya mampu mengerjakan tugas ini"
  2. Self-talk ditunjukkan pada saat ini, bukan masa yang akan datang. Jika kita membuat self-talk mengenai masa depan, pikiran secara tidak sadar menganggap bahwa isi self-talk itu tidak harus diproses sekarang. Contoh:"saya bisa menyelesaikannya sekarang"
  3. Membuat self-talk yang realistis. Mulai dari hal kecil yang mudah dicapai. Contoh:"saya mengerjakan tugasnya dengan cukup baik"
  4. Self-talk diucapkan dengan kalimat positif. Contoh:"saya mengerjakan tugas yang bermanfaat bagi pengembangan diri saya."
  5. Membuat self-talk yang singkat dan mudah diingat. Dapat berbentuk slogan sehingga mudah diingat. 
  6. Ulangi self-talk yang dibuat sesering mungkin sehingga pikiran positif akan menjadi suatu rutinitas kebiasaan. 

Semoga infonya bermanfaat, selamat merenung & berlatih

ᐯᗩᑭ


Referensi:

  • Palmer, Stephen. 2011. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Dewey, Russell A. 2018. Psychology: An Introduction. (online). https://www.psywww.com/intropsych/ch13-therapies/ellis-and-rebt.html
  • VandenBos, G. R. 2015. APA Dictionary of Psychology, 2nd ed. USA: American Psychological Association.
  • Whitbourne, Susan K. 2019. Keep Your Self-Talk Positive by Focusingon the Here and Now. (online). https://www.psychologytoday.com/us/blog/fulfillment-any-age/201909/keep-your-self-talk-positive-focusing-the-here-and-now
  • Robinson, Bryan E. 2020. The 5 Types of Self-Talk Your Brain Likes Best. (online). https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-right-mindset/202006/the-5-types-self-talk-your-brain-likes-best
  • Holland, Kimberly. 2020. Positive Self-Talk: How Talking to Yourself is a Good Thing. (online). https://www.healthline.com/health/positive-self-talk#_noHeaderPrefixedContent
  • Wu, Jade. 2021. 5 Ways to Use Positive Self-Talk to Psych Yourself Up. (online). https://www.healthline.com/health/positive-self-talk#_noHeaderPrefixedContent
  • Kross, Ethan dkk. 2014. Self-Talk as a Regulatory Mechanism: How You Do It Matters. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 106, 304-324
  • Widiyastuti, Prilly A. 2014. Efektivitas Metode Positive Self-Talk Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri pada Siswa Kelas VIII SMPN 4 Karanganom. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
  • How Self-Talk Causes Emotions: ABCs

Komentar