Review Buku: Veronika Memutuskan Mati oleh Paulo Coelho

 



Judul : Veronika Memutuskan Mati (Veronika Decides to Die)
Penulis : Paulo Coelho
Series : Kedua On The Seventh Day
Genre : Fiksi
Jumlah halaman : 272 hal
Tahun terbit: 2018 (1st publish 1998)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN 9786020385273

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

McKenzie Shaw Veronika merupakan wanita 24 tahun yang memiliki kehidupan yang pas. Muda, cantik, berpendidikan, memilki pekerjaan dan bakat bermusik. Permasalahannya adalah pikirannya tidak puas dengan kehidupan yang ia jalani. Ia merasa bahwa hidupnya harus diakhiri sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri dengan minum pil tidur. Sayangnya, upaya bunuh diri itu tidak berhasil. Ia masih hidup dan terbangun di rumah sakit jiwa Vilette, juga dikabarkan bahwa hidupnya hanya tinggal beberapa hari lagi. Kebimbangan merasuki pikirannya karena ketakutan untuk mati mulai dirasakan. Terlepas dari ketakutan itu, Veronika tidak menyadari bahwa eksistensinya di Vilette memberikan perubahan-perubahan bagi penghuni lainnya. Lalu, keputusan apakah yang akan diambil Veronika tentang kehidupannya? Bagaimana orang-orang disekitarnya berubah dan bagaimana pengaruh akan perubahan tersebut untuk kalian?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sebut saya berlebihan, tetapi buku ini benar-benar menggugah saya. Sudah lama saya tidak membaca buku yang mampu membuat pemikiran saya meledak-ledak. Banyak hal yang saya suka dari buku ini. Tokoh, pesan moral, gaya penulisan, dan seting rumah sakit jiwa mampu dipadukan dengan baik oleh Paulo. Penulis membuat karya ini berdasarkan inspirasinya terhadap peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya mengenai arti kegilaan dan hal-hal dianggap tidak normal berdasarkan standar masyarakat. 
Buku ini terdiri dari 272 hal (yang menurut saya tipis) dan mampu menceritakan fenomena mendalam dari kehidupan manusia, terutama mereka yang menganggap dirinya "berbeda". Ini juga yang menimbulkan pertanyaan pada diri saya,"seberapa seringkah kita berusaha untuk menutupi diri sejati kita, hanya agar kita dapat diterima oleh masyarakat?" 
Walaupun isi buku ini berat, tetapi saya sendiri mampu mengikuti alur cerita dengan mudah. Terjemahan yang dilakukan oleh Lina Jusuf membantu saya memahami dengan jelas pemikiran-pemikiran dari setiap tokoh. 
Penulis tidak hanya menggambarkan cerita dan pengalaman Veronika, sang tokoh utama. Ia juga menggambarkan pengalaman-pengalaman dari tokoh lain seperti Zedka (seorang wanita yang mengalami gangguan disosiatif), Mari (seorang mantan pengacara yang mengalami gangguan kecemasan, yaitu serangan panik), Eduard (pemuda schizophrenia), dan Dr. Igor (psikiater yang bertanggung jawab pada Villete). Saya mencintai semua tokoh dalam cerita ini. Memang tidak seratus persen benar tokoh-tokoh diatas dapat mewakili penghayatan para pasien yang berjuang untuk terlihat normal di masyarakat, tetapi penghayatan tokoh-tokoh ini dapat memberikan pikiran baru bagi kita mengenai pasien gangguan jiwa. 

Pada saat awal membaca cerita ini, saya merasa penasaran dengan landasan pemikiran Veronika yang memutuskan mati karena alasan yang digunakan cukup kurang masuk akal, yaitu perkara Slovenia yang tidak dikenal dunia. Hal ini dituliskan oleh Veronika dalam surat wasiatnya, dan jika kita membaca lebih jauh, alasannya lebih dari sekedar Slovenia. Sepertinya penulis ingin menyadarkan masyarakat bahwa orang melakukan bunuh diri bukan karena alasan remeh-temeh seperti itu, ada hal yang lebih mendalam (Mental Illness Hingga Bunuh Diri). 
...karena bunuh diri menuntut orang untuk pertama-tama memikirkan diri sendiri, baru orang lain.
Ini pandangan Veronika, dan saya setuju dalam hal ini. Akan tetapi, kita tidak boleh menghakimi mereka seenaknya. Kita tidak tahu apa yang mereka lalui, kita tidak tahu bagaimana pemikiran mereka, kita tidak tahu sumber daya apa yang tidak mereka miliki, dan seharusnya patut kita kasihani karena mereka tidak melihat hidup seperti yang kita lihat. Melalui buku ini saya tahu bagaimana Veronika, yang dapat mewakili beberapa orang yang mengalami kebimbangan dalam hidupnya, berpikir. 
Selain pandangan Veronika, ada juga Zedka, salah satu tokoh yang membuat saya menyadari intisari dari buku ini. Ia menceritakan ilustrasi raja dan ratu yang akhirnya memutuskan ikut menjadi gila seperti masyarakatnya. Ilustrasi ini ingin menggambarkan bahwa normal dan gila dibatasi oleh pandangan masyarakat. Perbedaan yang terjadi pada seorang individu bisa dianggap aneh, padahal mungkin pada situasi tertentu perbedaan yang dimiliki individu mungkin bisa menjadi hal positif. Permasalahan ini seringkali menjadi dilema bagi psikolog. 

Zedka mengungkapkan bahwa,

Di Vilette orang bebas bicara apa saja, melakukan apa saja, tanpa dikritik.

Kalimat ini seharusnya cukup menyentil masyarakat secara luas. Penyebab orang mengalami gangguan kesehatan mental tidak lepas dari stigma dan penilaian lingkungan. Kalimat di atas juga menyentil psikolog/psikiater yang berada di rumah sakit jiwa. Jika pemikiran ini timbul pada pasien, mereka akan memilih tinggal dibandingkan terjun ke masyarakat. Ini yang dialami pasien Mari. 
Mari nyaman dengan kondisinya sebagai pasien, padahal ia sudah pulih sepenuhnya selama tiga tahun. Ia terlalu takut menghadapi masyarakat karena menjadi seseorang yang berbeda. Mari juga adalah tokoh yang menyadari bahwa Viktoria membawa perubahan pada orang-orang di Vilette. Perubahan pandangan mengenai makna hidup, yang akhirnya membantu Zedka dan Mari dalam mengambil keputusan lebih baik bagi hidupnya.
Paulo juga menyodorkan kisah romantis bagi kita. Kisah Viktoria dan Eduard. Penulis tampaknya menganalogikan cinta terhadap kehidupan Eduard. Cinta yang diterima dari orangtuanya menyebabkan Eduard mengalami kesengsaraan konflik jati dirinya, namun cinta yang diterima dari Viktoria mengubah hidupnya menjadi lebih berarti.
Di akhir, ternyata ada plot twist yang sebenarnya cukup terbaca. Walaupun begitu tidak merusak akhir plot yang indah dalam buku ini. 

Tema buku ini sangat sesuai dengan bidang pekerjaan saya sebagai psikolog klinis. Di dalamnya terdapat beberapa teknik pengobatan yang biasa dilakukan oleh rumah sakit jiwa pada generasi itu seperti insulin shock, ECT, bahkan ada juga mengenai meditasi (mindfulness). Penulis juga menggambarkan bagaimana strategi coping yang digunakan oleh para tokoh, simptom-simptom yang muncul, dan ide-ide juga pemikiran tokoh yang mendalam [unsur ini benar-benar menarik hati saya]. Tidak hanya mengenai tokoh rumah sakit jiwa, tetapi juga mengenai pandangan masyarakat umum. Ini membuat saya merefleksikan diri mengenai apa yang saya ucapkan dan pikirkan.

Karya ini saya kasih bintang 5/5. Isinya cukup berat sehingga saya rekomendasikan bagi para pembaca yang suka berpikir mengenai kehidupan dan senang melakukan refleksi diri. Saya juga merekomendasikan buku ini untuk para psikolog dan ahli yang bekerja dalam bidang kesehatan mental. Walaupun mungkin secara teoritis ilmu kita lebih banyak, namun pemikiran Paulo patut dijadikan sebagai refleksi. 

Semoga infonya bermanfaat, selamat membaca.

ᐯᗩᑭ







Komentar