Pikiran Sejahat Itu

Menurut saya, salah satu anugerah terindah yang pernah saya miliki [bukan nyanyi ya ini] dari Tuhan adalah diberikan berkat untuk bisa berpikir. Berpikir membuat kita terus berkembang dan berevolusi menjadi manusia yang lebih baik. Kemampuan ini membuat kita dapat menganalisa masalah, menyelesaikan sesuatu, memaknakan kejadian, mengevaluasinya, membantu kita untuk adaptif dan bisa bertahan hidup. Akan tetapi, seperti dua sisi mata pedang. Berpikir memiliki sisi yang negatif juga. Banyak permasalahan-permasalahan di dunia ini terjadi karena ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan pikirannya, baik secara sadar ataupun tidak disadari.

How?

(How We Think by ᐯᗩᑭ)


Berpikir biasanya digunakan oleh manusia untuk memaknai, mengevaluasi, atau menilai suatu peristiwa. Peristiwa ini bisa apa saja, baik segala sesuatu yang terjadi dalam dunia internal kita atau terjadi pada dunia eksternal kita. Dunia internal itu semua hal yang terjadi dalam diri, seperti merasakan emosi, luka batin, mekanisme tubuh, respon perilaku, semua yang ada pada diri kita, termasuk berpikir itu sendiri (meta kognitif) . Sedangkan, dunia eksternal adalah segala hal yang terjadi di luar diri kita, seperti orang lain, lingkungan sekolah, lingkungan tempat kerja, peristiwa pandemi, bencana alam, dan semua hal yang terjadi di alam semesta ini. Peristiwa merupakan hal yang valid dan fakta. Lalu kita menggunakan kemampuan berpikir kita untuk menilai peristiwa-peristiwa tersebut. Biasanya saat kita menilai, akan ada konsekuensi terhadap respon perilaku dan kondisi emosional kita. Jika kita menilai peristiwa tersebut sebagai hal yang buruk atau tidak sesuai harapan kita, kondisi emosional yang muncul adalah perasaan-perasaan tidak menyenangkan dan respon perilaku yang dimunculkan tidak adaptif. Begitu pun sebaliknya. Saat peristiwa dinilai sebagai hal yang baik atau sesuai dengan harapan, kondisi emosional kita cenderung merupakan emosi yang menyenangkan dan respon perilaku yang dimunculkan cenderung adaptif. Secara keseluruhan bisa dilihat dari skema how we think.

intermezzo: think vs thoughts. Berpikir versus pikiran. Berpikir adalah valid dan fakta karena itu merupakan peristiwa internal. Namun tidak dengan isi pikiran, karena berbentu ide dan subjektif sifatnya, maka tidak dapat dikatakan valid/fakta. Contoh "saya berpikir bahwa saya tidak akan pernah dihargai oleh orang-orang." Peristiwa dunia internal saya yang berpikir bahwa orang tidak akan pernah menghargai saya adalah valid, namun isi pikiran bahwa saya tidak pernah dihargai oleh orang lain tidak valid dan bukan fakta.

Skema ini bisa digunakan untuk menganalisa kebiasaan-kebiasaan buruk kita. Contoh: peristiwa yang saya alami adalah ketika tidak disapa oleh teman. Pikiran yang muncul adalah dia membenci saya. Dampak emosi yang terjadi adalah perasaan kecewa dan dampak perilaku adalah saya menjauhi teman saya tersebut. Melakukan analisa ini akan membuat kita menjadi lebih aware terhadap diri. Ingat. Self-awareness adalah tahap awal menuju sehat mental. 

Isi pikiran kita bergantung dari keyakinan yang dimiliki. Keyakinan ini terbentuk dari akumulasi pengalaman-pengalaman hidup (kondisi biologis, pola asuh, norma, kebudayaan, peristiwa pengalaman yang membekas di hidup, dll) dan proses belajar yang dilakukan. Menurut Ellis (1994), keyakinan inilah yang mendasari pandangan seseorang tentang suatu peristiwa. Peristiwa yang sama mungkin saja dapat menimbulkan pemikiran yang berbeda. Misalnya, ada 3 orang dipecat dalam waktu bersamaan. Orang pertama meyakini, alih-alih dipecat, ia seharusnya dipromosikan. Kondisi emosional yang dialami adalah perasaan marah dan menunjukkan perilaku melawan permintaan perusahaan. Orang kedua berbeda, ia menjadi depresi karena peristiwa pemecatan ini semakin meneguhkan keyakinannya bahwa dirinya adalah orang yang tidak berharga dan tak berguna. Orang ketiga lebih berbeda, ia meyakini bahwa peristiwa ini merupakan peluang bagi ia mencari pekerjaan yang disukai dan diimpikannya selama ini. Ia termotivasi untuk mencari pekerjaan baru. 

Terlihat sudah, cara berpikir dan isi pikiran sangat signifikan perannya dan menjadi masalah ketika kita tidak mampu mengendalikannya. Mengapa kita sulit mengendalikan? Karena proses yang terjadi saat kita menilai sesuatu sangat cepat dan kita tidak sadar melakukannya terus menerus hingga tampaknya terjadi secara otomatis (automatic thoughts). Automatic thoughts adalah salah satu kesalahan berpikir atau kami menyebutnya distorsi kognitif. Selain automatic thoughts beberapa kesalahan berpikir menurut Palmer (2010) adalah:

  1. Berpikir ekstrem, yaitu mengevaluasi pengalaman menggunakan kutub ekstrem. Co: jika aku tidak disapa, aku tidak akan pernah bisa mendapatkan teman
  2. Membaca pikiran/cepat menarik kesimpulan, dan mengasumsikan respon negatif tanpa informasi relevan. Co: karena ia tidak menyapaku berarti ia membenciku
  3. Personalisasi, yaitu menyalahkan diri sendiri untuk sebuah peristiwa. Co: aku di-ghosting sama dia karena salah aku yang ngga bisa mempertahankan obrolan
  4. Terlalu menggeneralisasi, yaitu membuat kesimpulan negatif hanya berdasar satu atau lebih peristiwa. Co: dia pasti benci sama aku karena aku membawa pulang bukunya secara tidak sengaja
  5. Meramal, berasumsi bahwa kita tahu masa depan. Co: kalau deg-degan begini pasti ada hal ngga baik terjadi di masa depan.
  6. Rasionalisasi emosi, mencampurkan perasaan dengan fakta. Co: kalau cemas pas lagi presentasi ngga lancar nih bicaranya
  7. Memberi label, yaitu menggunakan label yang tidak berguna untuk menggambarkan diri ataupun orang lain. Co: how stupid I am!
  8. Magnifikasi (lebay), yaitu melebih-lebihkan sesuatu di luar proporsi. Co: salah jawab di depan umum membuat aku rasanya ingin mati
Yap. Pikiran bisa sejahat itu bukan? Tatkala isi pikiran kita itu menghina diri kita sendiri dan melakukan judgement negatif terhadap seseorang. Jika dibiarkan bisa menular hingga menimbulkan stigma, racism, dan intoleransi. Awalnya mungkin hanya dimulai dari pikiran, lalu diucapkan, hingga menjadi duri buat diri sendiri atau orang lain. 
Manusia diberikan kuasa oleh Tuhan untuk mengendalikan hal ini. YOU CAN DO IT! Jangan sampai kita kalah terhadap pikiran kita sendiri. 

Semoga infonya bermanfaat dan selamat merenung 😃
ᐯᗩᑭ

Referensi:
- Palmer, Stephen. 2010. Introduction to Counseling and Psychotherapy: The Essential Guide. London: SAGE Publications Ltd.

Komentar