Term of Insecure and Secure

Sebenarnya masalah insecure secure ini sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Begitu juga di telinga para psikolog. Hanya saja, saya belum menemukan gagasan grand theory mengenai insecure secure. Kebanyakan para teoritis psikologi menggunakan makna Security and Insecurity sebagai istilah suatu bentuk kebutuhan (safety needs dalam Maslow) atau dalam psikoanalisa Freud merupakan suatu kondisi lingkungan. Apa yang saya pelajari [karena saya mendalami klinis] ternyata berbeda dengan apa yang masyarakat pahami.
Pada tahun 1954, [yap 1954 terlalu lama], banyak perdebatan yang muncul mengenai konsep dan definisi mengenai security and insecurity. Pada tahun itu, sebagian besar konsep ini malahan berkembang pesat pada studi perilaku (behavioral) dan psikologi sosial, walaupun pada dasarnya mereka menggunakan konsep istilah ini berdasarkan sudut pandang psikoanalisa Freud. 
Melalui jurnalnya, Cameron dan McCormick menggambarkan 9 kelompok kategori dalam mengkonseptualisasikan kedua istilah ini, Security and Insecurity. Berikut 9 kategori itu:
  1. Pencarian kondisi secure merupakan kebutuhan dasar (basic drive)
  2. Insecurity merupakan respon emosional terhadap ancaman dari luar diri, secara tiba-tiba
  3. Insecurity merupakan respon emosional terhadap ancaman dari luar diri, secara konstan
  4. Insecurity berasal dari kompetisi atau perasaan inferior
  5. Insecurity terjadi karena karakteristik kepribadian seseorang (dari dalam diri)
  6. Insecurity sebagai fungsi dari keyakinan seseorang, terutama religiusitas
  7. Insecurity merupakan gangguan dari perkembangan kepribadian
  8. Insecurity efek dan juga penyebab dari sikap/perilaku patologis
  9. Dan lain-lain (intinya yang tidak masuk kelompok delapan kategori diatas)
Hingga saat ini saya masih kesulitan untuk menemukan konsep mengenai makna istilah ini. Akan tetapi, dengan pengalaman dan pengamatan saya terhadap klien, juga term yang digunakan masyarakat luas saat ini, insecure yang mereka maksud adalah sebuah perasaan inferior [sepertinya sebagian besar masyarakat kita masuk kelompok kategori 4 dalam menggambarkan konsep ini].
Terkadang, masalah term ini mengganggu saya. Saya harus menyesuaikan frame pemikiran saya dengan frame klien saya [kebetulan saya merupakan kelompok kategori 1-3]. Setiap klien saya berkata merasa insecure, yang dikepala saya adalah bagaimana lingkungan membuat mereka merasa tidak aman, misalnya hubungan dengan keluarga yang toxic. Padahal maksud klien saya adalah mereka merasa inferior, tidak berguna, dan tidak mampu. Untuk menangani ini saya selalu menanyakan arti insecure menurut mereka. 



Ada klien saya, dia seorang yang pintar dan memiliki self-awareness yang tinggi. Ia mampu memahami dirinya secara adekuat namun struggling dalam beradaptasi dengan lingkungan saat ini. Saya terkagum dengannya karena ia mengungkapkan bahwa dirinya "meletakkan security-nya" pada keahliannya dalam bidang IT. Jadi, ketika security-nya terancam, ia menjadi merasa insecure, atau mungkin lebih tepat inferior

Setelah saya menggali lebih dalam, ternyata belum ada makna ajeg yang mampu menggambarkan kedua konsep ini. Kata ini sangat fleksibel dan dapat disesuaikan dengan bidang-bidang ilmu tertentu. Ada satu penelitian yang mencoba untuk menggambarkan konseptualisasi insecurity pada pandangan remaja hingga dewasa muda berdasarkan studi empiris pada dua data (insecure pada remaja 13-17 tahun dan security pada remaja juga dewasa 15-29 tahun) dan metode (kualitatif dan kuantitatif), yaitu oleh Vornanen dkk (2012). Hasilnya sangat rapi dan memuaskan [bagi saya yang dari tadi mencari keadekuatan konsep ini]. Vernonen dkk. membagi isi dari konsep security and insecurity  menjadi  tiga bagian, dan dari setiap bagian memiliki dimensi. 


Dimensi Kualitatif Konten Konsep Dimensi Kuantitatif
(Inner Circle) Insecurity terkait emosi
dan pengalaman pribadi: ketakutan
dan kecemasan, rendahnya kepercayaan
diri, tidak stabil, dan tidak adanya
perasaan aman.
Resiko diri
Perasaan, ketakutan dan kecemasan
Ancaman terhadap identitas
Ancaman kehidupan pribadi

Resiko menjadi korban
(Social Circle) Insecurity terkait
interaksi sosial: kesepian, tdk ada
dukungan, tdk ada relasi dlm keluarga,
tdk ada privasi, tdk memiliki tempat
dimanapun, tdk berada dlm kelompok
apapun, diskriminasi, bullying
Resiko sosial
Kesepian (loneliness)
Ketidakpercayaan
Diskriminasi
Kesulitan untuk berbaur
Perilaku tdk etis

Polarisasi dlm populasi dan
lemahnya solidaritas
(Outer Circle) Insecurity terkait
kenyataan eksternal: ancaman,
keraguan akan masa depan, kurang
sejahtera & dlm kondisi keuangan,
kekerasan, ketakutan akan kejahatan,
perang
Resiko masyarakat secara luas/global
Ekonomi, politik, dan resiko kebudayaan
Kekerasan
Resiko lingkungan
Hubungan internasional,
agama dan politik

Bencana alam


[Yap, inilah kekuatan dari penelitian dan statistik]

Akhirnya, sambil menulis blog dan membaca beberapa jurnal, hal yang dapat saya simpulkan dari insecure secure ada dua. Pertama, insecure secure dapat terjadi oleh salah satu atau kedua hal ini: pandangan diri terhadap lingkungan ataupun diri sendiri. Sumber dayanya akan selalu berhubungan dengan pandangan diri kita terhadap diri sendiri--yaitu merasa kompenten nggak, merasa puas terhadap diri sendiri nggak, dan sudah bersyukur diri sendiri belum--dan/atau pandangan kita terhadap dunia luar kita, misalnya pandangan kita terhadap relasi dengan keluarga, teman, atau masalah pandemi saat ini. Efeknya, jika pandangannya negatif akan membuat kondisi orang tersebut merasa tidak nyaman dan was-was. Begitu sebaliknya, jika positif membuat kondisi orang merasa nyaman dan puas. 
Kedua, selalu persamakan persepsi antara kita dengan orang lain mengenai konsep secure insecure. Budaya juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Even menggunakan bahasa Inggris, toh maknanya ternyata berbeda. Jadi be careful dalam menggunakan bahasa ini ya.

Semoga infonya bermanfaat, selamat merenung 😃
ᐯᗩᑭ

Reference: 
  • Cameron, William B., & McCormick, Thomas C. 1954. Concepts of Security and Insecurity. United States: University of Chicago Press.
  • Riitta Vornanen, Maritta Törrönen, Janissa Miettinen and Pauli Niemelä (September 19th 2012). The Conceptualising of Insecurity from the Perspective of Young People, Social Sciences and Cultural Studies - Issues of Language, Public Opinion, Education and Welfare, Asuncion Lopez-Varela, IntechOpen, DOI: 10.5772/37831. Available from: https://www.intechopen.com/books/social-sciences-and-cultural-studies-issues-of-language-public-opinion-education-and-welfare/the-conceptualising-of-insecurity-from-the-perspective-of-young-people 

Komentar