Kesehatan Mental #1

woman standing in green field

(Cr: Photo by Olia Nayda on Unsplash)

Istilah kesehatan mental sebenarnya sudah tidak asing lagi didengar. Berdasarkan survei yang saya lakukan terhadap kurang lebih 150 orang di Puskesmas Bandung, secara keseluruhan masyarakat sudah pernah mendengar istilah ini, namun dari mereka yang pernah mendengar masih banyak yang belum paham apa makna dari kesehatan mental itu sendiri. Kebanyakan menurut mereka, kesehatan mental artinya "tidak gila". Sebenarnya ngga salah sih, hanya belum tepat. Makna kesehatan mental lebih dari sekedar "tidak gila".

Kalian pernah tidak melihat situasi, ada dua orang yang sama-sama gagal dalam mata kuliah tertentu namun memiliki respon yang berbeda untuk menanggapi kabar kegagalan tersebut [anggap saja kedua mahasiswa namanya A dan B]. Si A yang mendengar kabar tersebut merasa dirinya sebagai seorang yang gagal dan melihat bahwa kehidupannya akan usai jika tidak berhasil dalam mata kuliah itu. Berbeda dengan Si B yang terlihat santai mendengar kabar ini. Lah, kok bisa ya orang memperlihatkan perilaku berbeda dalam peristiwa yang sama? Nah, pertanyaan ini juga yang mendorong para ahli ilmu psikologi untuk melakukan penelitian lebih dalam mengenai manusia, sehingga muncul cabang dari ilmu ini yaitu Mental Higiene atau disebut Kesehatan Mental.

Melalui Kesehatan Mental, kita dapat mengetahui dasar pemahaman munculnya dan cara mengatasi gangguan-gangguan yang membuat kehidupan manusia menjadi tidak stabil. Dengan mempelajari ini kita tahu bagaimana proses kehidupan manusia agar dapat berjalan dengan baik sehingga dapat terbentuk kepribadian yang sehat.

World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa kesehatan mental adalah kondisi well-being dimana individu menyadari kemampuannya, dapat mengatasi kondisi stres dengan derajat normal dalam hidup, dapat bekerja secara produktif dan mampu berkontribusi dalam komunitas mereka (Johnston, 1971; WHO, 2017). Kesehatan mental merupakan terwujudnya keharmonisan antara fungsi-fungsi kepribadian, serta memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah yang biasa terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Kesehatan mental itu sifatnya relatif, artinya tidak ada kondisi pasti dari kesehatan mental, yang dapat diketahui adalah sejauh mana sih kondisi orang tersebut dari kondisi normal. Contohnya, pengekspresian emosi marah seseorang. Pernah tidak kalian melihat orang sangat marah hingga membanting-banting barang pada hal-hal yang sebenarnya remeh? Kemungkinan besar, orang ini sedang tidak sehat mental.

Bagaimana cara mengukur kesehatan mental?

Untuk mengetahuinya kita bisa melihat dari tindakan (perilaku) atau perasaan seseorang. Biasanya orang akan terganggu kesehatan mentalnya ketika ia mengalami kegoncangan emosi dan kelainan pada tingkah lakunya. Jika ingin lebih pasti untuk mengetahui seseorang mengalami kesehatan mental atau tidak, kita dapat menggunakan alat pengetesan psikologi yang sudah valid. Ingat, penggunaan alat pengetesan psikologi harus dilakukan dengan bijak, berlandaskan teori, dan pernyataan ahli. 

Ada dua sasaran dari kesehatan mental. Sasaran pertama ialah ketika seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan di lingkungannya. Ini salah satu landasan mengapa mahasiswa merasa insecure saat berusaha menyelesaikan tugas akhir. Jika kalian sudah belajar psikologi perkembangan, pasti paham mengapa hal ini penting. Dalam psikologi perkembangan, manusia terus menerus menghadapi tugas perkembangan seumur hidupnya. Jadi, ketika kita tidak mampu menyelesaikan tugas perkembangan berdasarkan tuntutan lingkungan, kondisi tersebut membuat kita merasa stres. Jika kita tidak mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan kondisi ini, maka akan timbul masalah-masalah gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan, psikosomatis, atau depresi.

(Cr: via GIPHY)

Sasaran kedua dari kesehatan mental adalah kemampuan seseorang dalam merealisasikan diri sehingga terbentuk kondisi dimana ia tidak mengalami gangguan mental. Manusia yang sehat mental adalah manusia yang mampu mengembangkan potensi dan mampu menggunakan potensi tersebut secara optimal. Jadi, tidak ada yang menghambat potensi-potensi diri yang dimiliki orang tersebut. Contoh kasus, ada seorang calon mahasiswa yang memiliki potensi untuk berkembang sebagai seorang enginer namun ternyata orangtuanya menuntut ia bekerja sebagai dokter. Hal ini tentu membuat calon mahasiswa mengalami kondisi stres dan kemungkinan mengarah pada kondisi tidak sehat mental.

Apa saja sifat ilmu kesehatan mental?

Pertama adalah sifat preventif. Sifat ini mencegah terjadinya gangguan awal dari ketidakmampuan dan kesalahan perkembangan pikiran dan kepribadian. Biasanya dilakukan untuk mencegah terjadinya perkembangan gangguan pada orang atau kelompok yang memiliki resiko mengalami gangguan mental. Misal pekerjaan yang berpindah-pindah atau kondisi lingkungan tempat tinggal yang kumuh. Preventif ini dapat dilakukan dalam beragam cara seperti pemberian psikoedukasi, penyuluhan, dan pemberian informasi berguna bagi seseorang yang memiliki risiko mengalami gangguan mental. Preventif ini biasanya dilakukan oleh ahli kepada sekelompok orang atau komunitas tertentu, tetapi tidak memungkinkan diberikan kepada individu. Kedua adalah amelioratif. Sifat ini memperbaiki kepribadian dan meningkatkan kemampuan penyesuaian diri sehingga defense mekanisme tidak berlebihan. Amelioratif biasanya dilakukan psikolog dalam melakukan intervensi terhadap individu/kelompok yang sudah mengalami gangguan mental. Makanya, amelioratif memiliki fungsi untuk memperbaiki karena sudah ada permasalahan yang terjadi. Lalu yang ketiga adalah suportif. Sifat ini berusaha untuk memperbaiki kepribadian dan restrukturisasi kepribadian sesuai kematangan anak. Biasanya fungsi ini diterapkan kepada anak-anak yang kepribadiannya masih belum matang.

don't give up. You are not alone, you matter signage on metal fence

(Cr: Photo by Dan Meyers on Unsplash)

Permasalahan orang yang tidak sehat mental seringkali sulit dideteksi. Permasalahan stigma dan judgement lingkungan mengambil peranan yang cukup besar sehingga membuat orang-orang yang butuh bantuan tidak berani membuka diri mereka. So stop judging people, karena hanya Tuhan yang punya hak itu [dan juri, atau dosen, atau orang HRD, atau semua orang yang bekerja dalam kajian nilai-menilai manusia]. Teruntuk kalian yang memang membutuhkan bantuan, don't be ashamed of yourself. Menyadari diri bermasalah adalah langkah awal menuju sehat mental.

Semoga infonya bermanfaat dan selamat merenung 😃

ᐯᗩᑭ

Komentar