Marriage Preparations




Saya meyakini bahwa pernikahan merupakan sekali seumur hidup. Ini mungkin menakutkan untuk beberapa orang. Buku Surprise Me karya Sophie Kinsela menggambarkan ketakutan sepasang suami-istri ketika mereka tahu bahwa mereka akan terus bersama hingga 68 tahun lagi. Mereka terus menerus memikirkan bagaimana caranya agar hidup mereka jauh dari kebosanan dengan pasangan dan pola perilaku rumah tangga yang cenderung konsisten. Permasalahan utama dari pasangan ini adalah mereka lupa bahwa pernikahan, secara harafiah, berlangsung benar-benar se-LAMA-nya. Selain permasalahan ini, ada juga yang takut menikah karena merasa ragu akan pasangan mereka, atau ada juga takut menikah karena belum siap mengemban peran baru sebagai suami-istri dan orangtua. 
Permasalahan dalam pernikahan tentu saja banyak, baik yang sifatnya umum maupun khusus. Umum artinya bahwa masalah yang dihadapi selama menikah dialami oleh semua pasangan suami-istri, misalnya suami tidak hanya bertanggung jawab secara mandiri, tetapi juga terhadap istri, begitu pun sebaliknya. Permasalahan yang bersifat khusus merupakan masalah unik pada pasangan tertentu dan tidak semua pasangan merasakannya, misalnya suami yang menjadi disabilitas dan istri mengganti tanggung jawab sebagai pencari nafkah.
Permasalahan dalam pernikahan juga dapat dibagi berdasarkan proses transisi dalam fase pernikahan. Misalnya, pada usia awal pernikahan pasangan suami istri harus menyesuaikan hubungan diantara pasangan, orangtua, saudara, keluarga besar, kawan-kawan, dan komunitas lainnya (tempat kerja, perumahan, dll). Lalu pada proses transisi selanjutnya, pasangan memiliki seorang anak sehingga mereka harus menyesuaikan relasi suami-istri yang baru untuk memberikan ruang bagi anak.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah melakukan persiapan pernikahan. Hal ini tidak asing lagi bagi umat Kristen [gereja menyediakan layanan bimbingan pra-nikah]. Pemerintah juga pernah mengusulkan kebijakan agar warga negara melakukan bimbingan pra-nikah. Sayangnya, hal ini tidak digubris baik oleh masyarakat kita dan menganggap bahwa tindakan tersebut terlalu jauh dalam ikut campur urusan pribadi. Padahal isi dari bimbingan pranikah adalah sebuah psikoedukasi mengenai masalah-masalah pernikahan yang dapat membantu pasangan menyelesaikan masalah bersama. 

Apa yang dimaksud dengan pernikahan?
Pernikahan menurut UU No 1 Tahun 1974, adalah ikatan batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami dan sebagai istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai juga dengan definisi pernikahan dalam Alkitab, dan mungkin untuk agama-agama lainnya. Dalam Alkitab diungkapkan bahwa suami-istri menjadi satu daging. Ini artinya, suami dan istri harus sama-sama bersatu dalam membangun rumah tangga; yang dipikirkan bukan hanya diri sendiri, namun juga memikirkan kepentingan pasangan, anak, keluarga besar, dan pihak-pihak lainnya yang menjadi keluarga kita nantinya.

Mengapa persiapan pernikahan itu perlu? Menurut Psikolog Langgersari Elsari Novianti, ada dua alasan mengapa persiapan pernikahan itu perlu. 
Pertama, karena adanya informasi mengenai proses penyesuaian diri terhadap tugas perkembangan keluarga dan individu. Tugas perkembangan maknanya ialah pemenuhan individu terhadap harapan-harapan sosial atau tuntutan di masyarakat, terkait dengan tahapan tertentu dari fase kehidupan. Contohnya, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya  [highlight kuning]. Setiap pasangan yang menghadapi tugas perkembangan keluarga maupun individu, harus terus menerus menyesuaikan diri terhadap perubahan (proses transisi) dan tuntutan masyarakat. Perubahan (proses transisi) ini adalah stresor, yang untuk beberapa orang mudah diselesaikan, atau sebagian lainnya menimbulkan kesulitan yang berarti. Karena itu, akan baik jika kita punya informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pernikahan. Ini membuat pasangan memiliki bekal informasi sehingga mereka tidak akan kaget ketika menghadapi permasalahan tertentu dalam tugas perkembangannya. 
Kedua, karena pasangan memerlukan waktu untuk mempelajari informasi dan mempersiapkan diri. Belajar bukan merupakan proses yang instan dan hal ini berlangsung seumur hidup. Makanya perlu waktu agar pasangan cakap dalam mengaplikasikan bekal informasi yang dimiliki. Mereka harus mempersiapkan strategi apa yang cocok dengan kemampuan mereka ketika menghadapi permasalahan dalam proses transisi tersebut.

Apa saja persiapan sebelum menikah?
Psikolog Langgersari mengungkapkan bahwa seseorang yang siap menikah harus memenuhi kriteria-kriteria ini, yaitu kepatuhan akan nilai dan norma, kemampuan dalam berkeluarga, telah memiliki peran dalam masyarakat (misal karir atau menyelesaikan pendidikan), mampu untuk mandiri (bertanggung jawab), terampil dalam interpersonal, secara biologis mampu menjalankan peran menjadi suami/istri, berusia matang (min. 25 tahun), dan saling bergantung dengan pasangannya. 

Seberapa dalam pemahaman kamu mengenai pasangan kamu, begitu pun sebaliknya.
Ini merupakan tahap penting dari berpacaran. Berpacaran bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, tetapi juga memahami pasangan kamu. Memahami pasangan dan terbuka pada pasangan berarti belajar untuk berkomunikasi dalam menyampaikan perasaan dan pikiran, juga memahami dunia mereka. Jika dunia suami dan istri tidak selaras, pernikahan kemungkinan besar tidak berjalan dengan baik karena pernikahan dilandasi oleh tujuan yang tidak selaras juga. 
Nah, psikolog Langgersari memberikan beberapa poin utama untuk melihat gambaran dunia pasangan kita. Poin-poin utama itu adalah pandangan agama dan nilai-nilai sosial, kepribadian (cara penyelesaian masalah), kondisi sosio-ekonomi, keluarga asal, minat/hobi, strategi pengelolaan keuangan, relasi sosial, peran dalam rumah tangga, dan harapan pernikahan [menurut saya, jika kalian mampu memahami ini dengan baik, kalian mungkin memahami ilmu psikologi sekitar 75%]. Kalian bisa menanyakan langsung poin-poin tersebut kepada pasangan.

Psikolog Langgersari juga memberikan nasehat agar kita bisa membangun relasi pernikahan yang kuat. Pertama, berhati-hati dalam memilih calon pasangan, persiapkan pernikahan dengan matang, dan setelah menikah selalu berupaya membangun pernikahan yang kuat [belajar proses seumur hidup]. Kedua, lakukan setiap hari hal-hal yang dapat membangun pasangan dan pernikahan yang lebih kuat. Ketiga, upayakan membangun relasi yang kuat dengan keluarga besar.

Jadi, matangkan hati, pikiran, dan jangan pernah berhenti untuk belajar dalam membangun rumah tangga.

Semoga infonya bermanfaat dan selamat merenung 😃
ᐯᗩᑭ

Komentar