(Cr: Unsplash by Paul Bulai)
Saat menghadapi hal baru, kita harus bisa melakukan penyesuaian diri agar kita bisa survive. Contohnya, pekerjaan baru, lingkungan baru, tugas baru, hari baru, dan generasi baru. Saat kita melakukan penyesuaian diri, kita membutuhkan kemampuan belajar kita terhadap sistem-sistem baru tersebut. Sistem tersebut baik dalam diri kita, juga sistem diluar diri kita.
Sebagai manusia, sistem apa yang kita yakini harus mendominasi dalam diri kita? Tentu saja, ROH KUDUS.
Why? Karena kita manusia Kristen, yang telah dibekali Roh Kudus yang membantu kita dalam segala hal. Dalam Yohanes 14:26, Yesus mengatakan:
tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.
Roh ini yang akan mengingatkan kita akan semua Firman di Alkitab, yang berisi amanah, pesan moral, cara dan strategi untuk menghadapi rintangan hidup.
Masalahnya,
Apakah benar sistem yang paling mendominasi dalam diri kita adalah Roh Kudus?
Pertanyaan ini harus diuji untuk tahu kebenarannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia masih dapat bekerja tanpa menggunakan Roh Kudus. Tetapi, apakah itu cukup? Roh Kudus tidak dapat hanya masuk (merasuki) kita begitu saja. Roh Kudus membutuhkan keterbukaan dan sikap aware kita agar mau menerima Roh Kudus. Seperti para murid di hari Pentakosta. Mereka tidak kerasukan begitu saja, tetapi mereka membuka hati dan pikirannya untuk menerima Roh Kudus. Semua dilakukan secara sadar.
Saya meyakini bahwa Tuhan memberikan kita kehendak bebas untuk memilih membuka hati kita atau tidak dalam menerima hal tersebut. Dalam psikologi kogntif, perilaku muncul berdasarkan kemampuan kita dalam memilih berdasarkan keyakinan kita. Keyakinan atau sistem ini yang nantinya menjadi dasar kita untuk berperilaku. Sudahkah kita menerima Roh Kudus untuk mendominasi setiap keputusan yang kita ambil?
Takutnya, sebenarnya kita belum bisa menerima Roh tersebut dalam diri kita atau ada yang menghambat kita. Nah, penghambatnya pastilah diri kita sendiri. Saya, sebagai seorang psikolog, memiliki keyakinan bahwa kita sendiri memiliki keputusan-keputusan yang dapat menentukan hidup kita selanjutnya: keputusan untuk bahagia, keputusan untuk merasakan sakit, keputusan untuk maju, atau berhenti. Pikunnya [bahasa apa ini], kita seringkali menyalahkan hal yang diluar kendali kita.
Penghambat kita dalam menerima Roh Kudus adalah ego, rasa dendam, marah, dan hal lain di diri ini. Hal-hal yang sifatnya duniawi.
Keyakinan kita bahwa Roh Kudus adalah dalam diri tidak sebatas pengungkapan melalui kata-kata. Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, keyakinan itu dasar kita dalam berperilaku. Jadi akan aneh kalau kita bertemu orang yang rajin ke gereja dan percaya Roh Kudus berada dalamnya namun masih dipenuhi oleh hal-hal duniawi.
Lalu, apa yang kita pilih untuk situasi saat ini? Menghadapi new normal?
Terus berusaha untuk mengenal Tuhan atau asik dengan sistem yang sedang kita jalani?
Di situasi saat ini, janganlah kita berkurang sukacitanya dalam beribadah, tetapi biarlah kehidpan iman terus diusahakan untuk tetap berjalan.
Selamat merenung 😃
ᐯᗩᑭ
Komentar
Posting Komentar