Temen gue tuh ansos. Males ketemu orang. Doi ngga suka bergaul
Salah satu misconception yang menurut saya cukup mengganggu adalah penggunaan istilah ANSOS atau dikenal dengan anti-sosial. Makna kata ansos yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sangat berbeda dengan ilmu psikologi yang saya pelajari. Jika kesalahpahaman ini terus dilakukan, orang-orang yang salah diberikan label ansos, akan menderita. Ini mungkin akan mengarah ke hal-hal yang tidak diinginkan. Korban pemberian label akan meyakini diri mereka sebagai seorang anti-sosial yang sebenarnya.
Untuk informasi sepintas: anti-sosial merupakan salah satu bentuk gangguan kepribadian, dimana mereka memiliki keyakinan untuk tidak mematuhi peraturan/aturan/norma atau kebiasaan positif dalam tatanan sosialisasi bermasyarakat. Bedakan dengan asosial, yaitu tidak adanya motivasi seseorang untuk melakukan pergaulan. Sebenarnya yang sering dibicarakan dan dijadikan tujuan pemaknaan adalah asosial, bukan anti-sosial.
Ayo lihat lebih dalam mengenai anti-sosial.
Anti sosial berada dalam gangguan kepribadian cluster B. Apa itu cluster B? Jadi cluster B, atau gangguan kepribadian dramatic-emotional ini, isinya gangguan-gangguan kepribadian yang terlibat dalam perilaku yang dramatis dan impulsif. Seorang psikolog dan penulis buku Psikologi Abnormal, Susan Nolen lebih detail lagi menggolongkan gangguan kepribadian anti-sosial (ASPD) pada bab Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorder. Hal ini menggambarkan bahwa mereka yang mengalami ASPD memang sangat mengganggu dan berbahaya.
ASPD tidak mampu membangun hubungan positif dengan orang lain, memiliki kecenderungan untuk berperilaku mengganggu hak-hak asasi orang lain dan merusak tatanan norma-norma/nilai-nilai. ASPD akan melakukan apa pun untuk merusak kepuasaan orang lain. Orang-orang anti-sosial akan senang diatas penderitaan orang lain [hati-hati buat kalian yang suka ketawa ketika ada orang lain jatuh ya..]. Biasanya orang ASPD nih, suka berbohong atau menipu orang lain untuk kesenangan atau manfaat bagi diri sendiri. Makanya, kalian bakal banyak nemuin narapidana yang memiliki gangguan kepribadian ini.
Karakteristik paling menonjol dari ASPD adalah rendahnya pengendalian impulse. Apa sih impulse? Impulse adalah suatu bentuk energi dalam diri kita yang muncul secara tiba-tiba tanpa bisa kita kendalikan oleh rasio (akal sehat) kita. Kita akan melakukan tindakan tanpa melakukan pertimbangan dahulu. ASPD tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan hal ini. Contohnya, saat kita ditabrak orang lain yang sedang terburu-buru. Kebanyakan orang mungkin akan sedikit kesal dan marah, tetapi ada juga yang mungkin langsung memukul orang yang menabraknya. ASPD cenderung akan melakukan seperti hal yang terakhir atau perilaku negatif yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat pada umumnya.
ASPD memiliki toleransi terhadap frustasi yang rendah dan bertindak berdasarkan nafsu tanpa memahami konsekuensi dari perilakunya. Mereka suka mencari perasaan thrill (ketegangan yang mengakibatkan keseruan) tanpa pertimbangan bahwa hal tersebut berbahaya. Mereka mudah merasa bosan dan gelisah pada rutinitas atau tanggung jawab yang diembannya. Ini yang menyebabkan mereka tidak mampu komitmen terhadap pekerjaan dan pernikahan.
Orang-orang yang mengalami ASPD dapat banyak ditemui di Lembaga Permasyarakatan atau Pusat Rehabilitasi Badan Narkotika.
Banyak hal yang menjadi kontribusi sehingga orang menjadi ASPD. Susan Nolen (2013) dalam bukunya mengungkapkan bahwa faktor biologis dan faktor sosial saling berkaitan mengembangkan kepribadian ini. Faktor biologis dijelaskan berhubungan dengan struktur otak, genetik, hingga permasalahan sistem hormon serotonin dan dopamine; sedangkan faktor sosial berhubungan dengan penganiayaan/penderitaan yang dialami pada masa kecil, pembelajaran pada orangtua yang merupakan ASPD, dan reward yang didapat ketika mengembangkan kepribadian ini sehingga mengulang penderita terus mengulang perilaku ASPD.
Jadi mengerti kan, mengapa kita nggak boleh ngomong dan memberikan label sembarangan soal anti-sosial. Bisa gawat jadinya kalau ternyata pemberian label ini menjadi reward bagi korban label, karena adanya kemungkinan mereka akan mengembangkan perilaku ASPD.
Semoga info-nya bermanfaat dan selamat merenung :)
ᐯᗩᑭ
Referensi : Nolen-Hoeksema, Susan. 2013. Abnormal Psychology 6th ed. New York: McGraw-Hill Education.
Komentar
Posting Komentar