"Sehat dan Masyarakat" dari Kacamata Intervensi Psikologi


(Cr: Canva by VA)

Dahulu, manusia hanya mendefinisikan sehat hanya dari aspek kesehatan fisik & biologis, namun seiringnya kemajuan dan perkembangan pola pikir manusia, definisi kesehatan mulai berkembang. Kita melihat kesehatan bukan hanya dari kesehatan fisik (biologis) tetapi juga aspek kesehatan mental dan sosial. WHO (1948) mengungkapkan bahwa 

kesehatan adalah kondisi sejahtera akan fisik, mental, dan sosial manusia dan juga ketiadaan akan penyakit atau infirmity

Hingga belakangan ini, penelitian-penelitan mendefinisikan kesehatan sebagai kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap ancaman baru dan infirmities. Ide ini berasal dari penelitian-penelitan modern yang secara dramatis meningkatkan kesadaran manusia akan penyakit dan bagaimana  berkembangnya penyakit beberapa dekade belakangan ini.

Pencapaian seseorang dalam menjaga kesehatannya tidaklah mudah. Banyak berbagai macam cara pengukuran yang dilakukan untuk membuktikan bahwa manusia dapat dikatakan sehat atau tidak. Dari quotes WHO yang diatas (yang di-bold), dapat dikatakan bahwa ada 3 aspek penting untuk mengukur kesehatan seseorang. Faktanya seringkali kebanyakan orang lebih mementingkan salah satu aspek dibandingkan aspek lainnya. Padahal ketiga aspek tersebut sama-sama penting bobotnya dalam kehidupan manusia. Mereka saling berkaitan dan memengaruhi antara satu dengan yang lain. Ini seringkali tidak disadari oleh orang-orang. Selama setahun bekerja di Puskesmas, saya tahu bahwa banyak masyarakat, terutama dari tingkat ekonomi di bawah dan pendidikan rendah, memperlihatkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan (bukan hanya fisik, namun juga psikis). Hampir semua dari mereka tidak memahami proses internal yang terjadi dalam diri sehingga menyebabkan mereka mengalami penurunan kesehatan fisik.

"Banyak warga sekitar mengalami penurunan kesehatan mental dan berakibat pada masalah kesehatan fisik yang tidak kunjung sembuh,"

merupakan pernyataan dari salah satu dokter di Puskesmas Bandung (2018). Padahal pemerintah mengharapkan masyarakat menjadi sosok yang tidak bergantung pada pemulihan menggunakan obat, atau biasa disebut program mandiri

Banyak masyarakat yang mengalami stres akibat tekanan hidup dan sulit dalam beradaptasi di lingkungannya. Ini berimbas pada menurunnya kesehatan psikis mereka. Permasalahan ini jika tidak ditindaklanjuti akan memunculkan banyak permasalahan lebih besar lainnya, salah satunya semakin berlipatnya anggaran negara. Apalagi pemerintah sekarang menggunakan kartu sehat (BPJS) sebagai media masyarakat untuk mendapatkan obat sehingga memudahkan mereka dalam mengakses. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mulai menyediakan layanan psikologi sebagai cara meminamilisir permasalahan ini [walaupun dapat dikatakan kesediaan layanan ini masih minim jumlahnya di setiap kota].

Ada dua metode utama yang biasanya dilakukan oleh layanan psikologi untuk menangani suatu permasalahan/kasus dari pasien, yaitu asesmen dan intervensi. Metode asesmen digunakan untuk mengetahui penyebab utama akar permasalahan yang dialami, sedangkan intervensi merupakan cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Banyak macam model dan jenis intervensi yang dapat diterapkan oleh psikolog atau ahli psikologi. Salah satunya berdasarkan sasaran subjek intervensi ialah mikro (individu) dan makro (kelompok & komunitas). Tentu saja, kedua metode ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Baik intervensi, maupun asesmen merupakan hal yang penting untuk menjadi perhatian para ahli psikologi dan psikolog, namun ada hal yang membedakan ahli psikologi (S1) dan psikolog (S2 profesi) dalam memegang peranan sebagai pihak yang melakukan intervensi dan asesmen. Profesi psikolog dituntut untuk berkompetensi tidak hanya sebagai assessor tetapi juga sebagai pelaku intervensi. Kami memiliki kewenangan dalam membuat rancangan dan melakukan intervensi. Saat melakukan intervensi dibutuhkan tingkat kompetensi dan kematangan yang tinggi dari seseorang. Kita ingin masalah selesai, makanya harus ditangani oleh ahlinya [yang belajar 6 tahun tentang psikologi secara formal, kalau saya sih 8 tahun ]. 

Intervensi memiliki banyak jenis bentuk pendekatan (psikoanalisa, kognitif-perilaku, humanistik, dll). Rancangan intervensi yang dibuat bergantung pada sasaran permasalahan dan subjeknya. Evaluasi intervensi juga harus diukur agar pelaksana memahami seberapa jauh keefektivan dan keberhasilan dari program intervensi terhadap hal yang disasar, baik terhadap individu hingga komunitas. Evaluasi ini nantinya akan mengukur bagaimana tingkat kesehatan mental individu atau komunitas setelah mereka diintervensi.

Compton (2005) memberikan komentar mengenai masalah yang banyak dialami oleh layanan psikolog ialah kurang familiar terhadap intervensi untuk dilakukan secara komunitas.

Padalah intervensi komunitas mampu memberikan hasil yang efektif. Intervensi komunitas mampu meminimalisir tenaga dan biaya. Sasaran yang dicapai pun bukan hanya suatu bentuk komunitas/kelompok, namun juga perubahan dari setiap individu dalam komunitas itu. Intervensi yang dilakukan kemungkinan tidak hanya memberdayakan  komunitas saja, tetapi juga akan memengaruhi sistem komunitas lain yang lebih kompleks nantinya, misalnya negara. Selain sasaran, isu-isu terkait perkembangan zaman dapat menjadi pertimbangan penting dari intervensi komunitas.

Pendekatan komunitas dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan kesehatan mental yang terjadi pada lingkungan masyarakat tertentu dan memang terbukti efektif. Intervensi komunitas membutuhkan banyak pihak dari berbagai bidang yang terlibat di dalamnya, bukan hanya pihak dari ilmu psikologi. Misalnya, pihak kesehatan fisik (dokter/perawat) untuk mengukur kesehatan masyarakat, pihak pemerintah dalam menjalankan program-program kesehatan mental lingkungan desa, tim SAR dalam menangani korban-korban bencana alam. Yang penting adalah pihak-pihak yang memiliki kaitan dengan komunitas yang disasar.

Dengan melihat dari kacamata intervensi komunitas, banyak manfaat yang didapat, tidak hanya terhadap lapisan masyarakat tertentu, tetapi juga institusi atau lembaga. Bukan hanya terhadap perkembangan penelitian ilmu psikologi, tetapi berbagai bidang ilmu yang terkait. Bukan hanya terhadap manusia, tetapi juga lingkungan dan bagian-bagian dari ekologi bumi.

Baik intervensi yang diterapkan pada ranah mikro dan makro, sama-sama mampu meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan proses internal yang terjadi pada diri manusia. Tidak hanya berhenti pada proses internal ini, intervensi juga diperlukan untuk perkembangan manusia dalam konteks mereka tinggal (lingkungannya). Berkembangnya manusia menjadi lebih baik dalam konteks sosialnya akan memengaruhi perkembangan sistem yang lebih efektif dalam suatu lapisan masyarakat. Dengan majunya sistem tersebut, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas program-program yang dibuat pemerintah untuk  memajukan negara. 

Jadi, prinsipnya mulai dari diri sendiri dulu 

Semoga informasinya bermanfaat, selamat merenung 

ᐯᗩᑭ

Komentar