(Cr : Canva.com)
Selama ini, pemahaman saya akan doa Tuhan Yesus adalah ketika Ia berada di taman getsemani. Saya selalu membayangkan bahwa saat itu Ia merasa ketakutan dan sangat lemah. Hal ini mulai berubah ketika saya membaca Yohanes 17. Pasal ini memberikan pandangan baru bagi saya mengenai visualisasi Tuhan Yesus yang sedang berdoa.
Pada Yohanes 17, berisi mengenai Doa Yesus terhadap para murid. Doa ini berisi mengenai keakraban utuh Yesus dengan Bapa, dan dengan para murid. Dalam doa tersebut, Tuhan Yesus mengungkapkan bahwa dirinya melakukan tugasnya sebagai Firman yang hidup, yaitu membuat orang-orang mengenal siapa Tuhan melalui Yesus. Doa ini juga menggambarkan bahwa Tuhan Yesus mengkhawatirkan para murid yang akan terus berada di dunia ini (ay. 9), untuk meneruskan pekerjaan tersebut. Makanya, Tuhan Yesus juga berdoa bagi para murid yang berada di dunia untuk mewartakan kabar baik.
Dunia, digambarkan sebagai suatu yang jahat, yang penuh dengan hal-hal yang berbahaya sehingga memudahkan kita masuk ke dalam dosa. Dalam doa-Nya, Tuhan Yesus tidak mendoakan agar murid-murid diambil dari dunia yang penuh dengan kejahatan, tetapi meminta agar Bapa memelihara mereka.
(ay. 11)... Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti kita.
[ 😭😭😭 I'm crying right now]. Tuhan Yesus menyebut kita dalam doa-Nya. I can feel how sincere He is. Bagaimana Ia tidak egois dan memikirkan kepentingan murid-murid-Nya.
Tuhan Yesus berdoa agar kita tetap dikuduskan dalam kebenaran, yang standarnya adalah Firman Tuhan. Kebenaran, yang didalam semua konteks hidup kita, tidak dapat diputar balikan dan selalu sama bentuknya dimana pun. Memang ada kebenaran yang bisa diputar balikan? Seringkali, dalam kehidupan kita, kebenaran itu sifatnya relatif, tergantung konteks kondisi dan lingkungan (situasi sosial). Contoh, membiarkan seorang kenalan untuk mengantri di depan kita dan tidak memikirkan orang lain yang sudah lama mengantri di belakang. Bentuknya yang relatif, membuat kita merasa benar, tetapi salah bagi orang yang mengantri di belakang. Hal ini sangat berbeda dengan kebenaran dalam Firman Tuhan karena dimana pun kita terapkan, kebenaran tersebut akan selalu menjadi standar yang konsisten. Tidak akan berubah. Kita bisa mencobanya dengan menterapkan perilau Tuhan Yesus dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pasal 17, kita seringkali membaca bahwa Tuhan Yesus selalu mengulang dan menyiratkan Bapa dan Yesus menjadi satu kesatuan. Contoh: permuliakan Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau (ay 1); mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku (ay 6); dan segala milik-Ku adalah milik-Mu. Di ayat 11, Tuhan Yesus ingin agar kita juga bersatu bersama-Nya dan Bapa: ...supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Hal ini berarti kita diberikan tujuan yang sama dengan Bapa dan Tuhan Yesus, berkarya seluas-luasnya dan sebesar-besarnya dengan kekuatan juga kebenaran yang diberikan-Nya. Di dalam Tuhan, kita bisa melakukan apa saja dan menjamin kita untuk menjalani berbagai perbuatan besar Tuhan melalui karya-karya kita. Inilah yang harus kita renungkan: Karya apa yang dapat kita lakukan di tengah situasi saat ini?
Apa yang masih dapat dilakukan karena kita telah disatukan Tuhan, untuk merespon kondisi yang ada dan agar Tuhan terus dipermuliakan?
Tidak perlu langsung dalam perbuatan besar, kita dapat memulai dari hal-hal kecil, yang isinya penuh dengan cinta.
Selamat merenung 😃
ᐯᗩᑭ
Referensi: YKB GKI TV - Pdt. Semuel Akihari
Komentar
Posting Komentar